Cerpen
Ketika Bunda Adalah Mama
            Angin malam yang sejuk berhembus perlahan menenangkanku, yang kala itu tengah duduk santai di beranda depan rumah sendiri tanpa mama yang biasa menemaniku. Sudah satu tahun rupanya malaikat yang Allah janjikan akan menjaga dan merawatku telah pulang kepada-Nya meninggalkanku dan dunia ini.
            Tinn...tinn.., Suara klakson mobil papa membuyarkan lamunanku. Aku beranjak dari dudukku dan langsung membukakan pagar.Saat mobil papa masuk ke halaman, padanganku tertuju pada wanita yang duduk disamping papa.
            “Assalamu’alaikum... Sofi, belum tidur nak?” tanya papa sambil seraya mengulurkan tangannya.
            “Wa’alaikumsalam Pa ...” jawabku sambil mencium tangan papa. “Lagi nggak ngantuk aja.” kataku.
            “Sofi kenalin ini Tante Aulia teman sekantor Papa, Lia ini Sofi putriku satu-satunya.” ujar papa mengenalkan wanita yang duduk di samping papa tadi.
            “Tante Lia mau minum apa? Biar saya buatkan teh hangat ya Tante.” tawarku, ketika sudah sampai di ruang tamu. Perasaan resah mengiringi langkahku menuju dapur, sepertinya ada yang papa sembunyikan dariku.            “Sofi.....” ujar papa, yang sedari tadi mengikutiku.
            “Iya Pa....?” tanyaku sambil terus ku aduk teh untuk Tante Lia.
            “Papa tahu kepergian Mama bukanlah hal yang mudah bagimu dan juga Papa, tapi perjalanan Sofi masih panjang, mungkin dengan hadirnya seorang mama untuk Sofi dapat membimbing Sofi menjadi lebih baik lagi.”mendengar ucapan papa tanpa diperintah cangkir yang berisi teh hangat untuk Tante Aulia, jatuh dari genggaman tanganku.
            “Maksud Papa Tante Aulia? Ndak Pa, Sofi hanya punya mama, Mama Alya dan tidak ada wanita manapun yang dapat menggantikan posisi mama di hati dan kehidupan Sofi.” Tetesan air jatuh dari pelupuk mataku. Aku berlari menuju kamar tanpa mendengarkan papa yang terus memanggilku.
            Hari terus berganti dan kini Tante Aulia telah resmi menjadi istri baru papa, tapi satu yang menjadi prinsipku aku tidak akan memanggilnya dengan sebutan mama ataupun yang serupa, entah sampai kapan?
            Malam itu selepas makan malam aku jauh lebih memilih mengurung diri di kamar sambil mendengarkan lantunan-lantunan shalawat Habib Syekh yang sedikit menenangkan perasaanku. Aku dan mama memiliki kesamaan yaitu sangat menyukai Shalawat, salah satu impian mama yang belum terwujud adalah, bisa bershalawat bersama dalam acara Shalawatan Habib Syekh. Mama, Sofi akan mewujudkan impian mama, Sofi janji,pekikku dalam hati.Tanpa ku sadari butiran air mata menetes membasahi wajahku. Malam semakin larut, mataku tak sanggup lagi diajak berkompromi perlahan terpejam seiring deting jam dinding kamarku.
~_~
            Pagi itu aku berangkat ke sekolah dengan semangat tak seperti biasanya yang selalu muram tanpa arah dan tujuan, layaknya ungkapan “Langit tak selamanya mendung”
“Sofi..... Sofi...” suara Zaza yang khas mengagetkanku.
“Pagi Za... ada apa Za? Kok pagi-pagi sudah heboh.” tanyaku.
“Bu Rani tadi mencarimu, sekarang beliau menunggumu di ruang musik.”
“Aku saja?” tanyaku.“Nggak juga, aku sebenarnya juga dipanggil tapi aku bilang ke Bu Rani kalau mau kesananya nunggu kamu datang biar sekalian, ayo kita ke ruang musik sekarang takutnya Bu Rani sudah lama menunggu.” kami berdua bergegas ke ruang musik selepas meletakkan tas di kelas.
~_~
            “Assalamu’alaikum bu...” salam kami ketika memasuki ruang musik
            “Wa’alaikumsalam, ternyata kalian berdua, Bu Rani sudah dari tadi nungguin kalian.”
            “Maaf Bu, saya tadi datangnya agak kesiangan, memangnya ada apa Bu?” tanyaku.“Seminggu lagi akan diadakan Festival Shalawat antar SMA se Kabupaten, sekolah kita akan ikut berpartisipasi dalam event tersebut” Bu Rani menjelaskan. “Wah lomba Shalawat, sepertinya bakalan seru tuh Bu.” celetukku.
            “Ia, dan Ibu ingin kalian yang menjadi hadi (vokal)tim shalawat sekolah kita.” Aku dan Zaza saling pandang tak percaya.“Tapi Bu, kami kan tidak pernah ikut event-event lomba bershalawat.” kata Zaza dengan wajah memelas.
            “Tapi Ibu yakin kalian bisa, buktinya sekolah kita juara pada saat lomba paduan suara kemaren.” kata Bu Rani. “Itukan menyanyi Bu, sedangkan ini bershalawat.” tambah Zaza.“Ibu percaya kepada kalian berdua, lagi pula sekolah telah menyewa pelatih untuk melatih kalian dan teman-teman lainnya dalam seminggu ini.” kata Bu Rani.
            “Pemenang dalam lomba ini akan tampil di acara tanggal 14 Oktober di Alun-Alun Kota, dalam acara Shalawat Akbar bersama Habib Syekh sehari pasca lomba itu selesai.” kata-kata Bu Rani menggetarkan hatiku, nama Habib Syekh terus terngiang-ngiang di telingaku, Ya Allah apa ini jawabanmu atas mimpi besar mama yang belum terwujud?
~_~
            Sepanjang perjalanan pulang tiada hentinya hati ini mengucapkan rasa syukur kepada Rabb Yang Maha Sempurna. Sesampainya di rumah,Papa dan Tante Lia sedang duduk santai sambil nge-teh bareng di beranda rumah
            “Assalamu’alaikum.. Papa...” kataku sambil mencium tangan papa dan Tante Lia juga.
            “Wah ada apa ini kok anak Papa ceria sekali hari ini?” tanya papa penasaran.“Hemm tentu saja Pa.... Sekolah Sofi akan ikut serta dalam event Festival Shalawat tingkat kabupaten dan hebatnya lagi Sofi dan Zaza yang ditunjuk menjadi hadinya.” kataku dengan wajah sumringah.                                     “Jadi hadi Sofi? Kebetulan sekali dulu Tante juga sempat menjadi anggota shalawat ketika masih di pondok, kalau mau Sofi boleh belajar dengan Tante” kata Tante Lia
“Boleh juga Tan. Sofi pikir-pikir dulu ya Tante.” kataku dan langsung melangkahkan kaki menuju kamar untuk tidur siang.
            Dalam seminggu ini dapat dipastikan aku jarang sekali terlihat di kelas, aku dan Zaza sangat fokus latihan shalawat bahkan kami bela-belain pulang sore untuk latihan, aku sangat antusias mengikuti lomba inibahkan sepulang sekolah masih aku sempatkan untuk latihan dengan Tante Lia. Suara Tante Lia yang lembut membuatku tak percaya bahwa dia bisa bershlawat dengan nada-nada tinggi, namun sejak latihan pertama dengannya aku tertegun  ketika mendengarkan bait-bait shalawat yang ia lantunkan hatiku hanyut seakan tak percaya suaranya indah hampir menyetarai Sulis si penyanyi islam yang kondang itu, menurutku.
            Tak terasa seminggu telah berlalu, hari ini aku dan rekan-rekan tim shalawat diberi keringanan oleh sekolah untuk belajar di rumah dan mempersiapkan untuk perlombaan nanti siang. Perasaanku hari ini layaknya es campur yang ada di ujung jalan kompleks perumahan, semuanya bercampur aduk jadi satu ada rasa bahagia, sedih, malu, dan yang lainnya, dan disaat seperti ini Tante Lia hadir di sisiku.
            “Sofi... gimana sudah siap, nak?” suara Tante Lia mengagetkanku ketika aku tengah mengulang kembali bait-bait shalawat yang akan di tampilkan nanti siang.
            “Sofi nervous Tante, tapi mau gimana lagi siap ndak siap harus tetep siap, kan Tante sendiri yang bilang ke Sofi.” kataku.
            “Hemm, Tante punya sesuatu buat Sofi mungkin tak seberapa tapi Tante harap ini dapat bermanfaat bagi Sofi.” Tante Lia menyodorkan sebuah bingkisan berwana merah kepadaku. “Sofi buka ya Tan?” kataku dan langsung ku buka bingkisan itu. Aku terbelalak kaget sebuah baju muslim panjang berwarna putih dengan payet berwarna-warni lengkap dengan kerudung syar’i.“Tante membeli ini saat Sofi memberi tahu Tante akan mengikuti lomba shalawat, Tante ingin sekali kamu berhijab layaknya remaja muslimah lainnya” jelas Tante Lia. Secara spontan aku langsung memeluk tubuh Tante Lia.       
“Makasih Tante, Sofi akan berusaha untuk berhijab sesuai harapan mama dan keinginan Tante, Sofi janji.” kataku sedikit terisak.
~_~
Matahari siang bersinar tak seterik biasanya angin yang berhembus sepoi-sepoi membawa sedikit ketenangan pada jiwaku yang kala itu tengah dilanda keresahan. Suara riuh orang-orang bertepuk tangan sesekali terdengar ketika penampilan peserta terlihat memukau, setelah lama menunggu sekitar dua jam kini giliran sekolahku untuk tampil. Do’a dari orang tua, guru-guru dan juga teman-temanku di sekolah membuat langkahku lebih tenang.
            Tujuh menit telah usai, tepuk tangan penonton sangat riuh ketika aku dan teman-teman turun dari atas panggung, tiba-tiba Tante Lia memeluk erat tubuhku seketika aku turun dari panggung, “Sofi kamu hebat nak, Bun..eh... Tante bangga sama Sofi.” kata Tante Lia, “Bu Rani salut sama kalian semua, terutama kalian berdua Sofi dan Zaza dari awal Bu Rani tidak salah memilih kalian sebagai hadi tim shalawat sekolah kita. Penampilan kalian tadi sangat memukau!” dengan wajah senang Bu Rani memeluk kita berdua. Sekarang yang harus aku dan teman-teman lainnya lakukan hanyalah bertawakal kepada-Nya, karena Dialah pemilik semua yang di bumi dan di langit, siapa lagi kalau bukan Allah ‘azza wa jalla tuhan semesta alam. Sesuai prediksiku tim shalawat kami meraih juara pertama.
~_~
Bondowoso, 14 Oktober 2014
            Malam itu udara Kota Bondowoso sejuk sekali mungkin Tuhan melalui Malaikat-Nya telah mengabarkan pada angin, bahwa malam ini kami semua berkumpul di alun-alun kota Bondowoso untuk memuja dan memuji Baginda Muhammad SAW kekasih Allah itu. “Bunda makasih selama ini sudah membimbing Sofi menjadi anak yang sesuai keinginan almarhumah mama.” atas hidayah-Nya aku memanggil Tante Lia dengan sebutan bunda. “Ia sayang, makasih sudah memanggil Tante dengan sebutan Bunda.” kami bertiga larut dalam suasana haru, aku memeluk erat tubuh Bunda dan Papa. “Makasih Papa, Bunda, Sofi sayang kalian berdua.” kataku dengan suara lirih. Malam itu di tengah alun-alun Kota Bondowoso telah ku tunaikan semua impianku.
            Mungkin karena Ridho Allah dan atas Syafa’at Rasulullah aku dipertemukan dengan Bunda Aulia sebagai pengganti Mama Alya. Bagiku Bunda adalah Mama dan Mama adalah Bunda, mereka berdua adalah malaikat Allah yang hadir disaat yang berbeda namun, merekasama, sama-sama menginginkanku agar menjadi hamba Allah yang solehah.
            Suaraku bergetar ketika tampil bersama Habib Syekh di atas panggung. Perlahan pukulan alat musik pengiring shalawat terdengar dan alunan-alunan shalawat mengalun syahdu menggetarkan hati semua insan yang hadir di atas bumi Bondowoso malam itu.
Ya Rabbi Sholli ‘Ala Muhammad...    Ya Rabbi Sholli ‘Alaih wa Sallim...    2x
Ya Rabbi Balighul Washilah...            Ya Rabbi Huskhoh Bil Fadilah....       2x
            Terimakasih Ya Rabb kau telah membuat hidupku lebih bermakna, dengan shalawat engkau membuat hidupku penuh dengan warna.

Oleh: Nuril Qomariyah X IPA 2

SEKIAN...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Hidup dari Abah K.H. Imam Barmawi Burhan

Wajah Wajah Kemaren Lusa

MyBIGDream dan Resolusi di tahun 2017 ^^