Serial: Catatan Jingga dikala Senja tiba
One
Semilir angin berhembus syahdu,
mengibaskan rambut hitam legam sosok gadis yang tengah duduk di ayunan kecil di
halaman belakang rumahnya. Sembari menikmati lukisan langit yang dipenuhi
guratan-guratan jingga dan kelabu, menyatu dalam nostalgia senja yang menawan.
Jingga begitulah orang-orang biasa memanggilnya, gadis remaja yang beberapa
bulan lagi akan memasuki masa putih abu-abu yang penuh romansa.
~_~
“Bunda, Jingga berangkat sekolah
dulu.” pamitku.
“Sudah sarapan sayang ?” tanya Bunda
saat aku mencium tangan dan kedua pipinya.
“Sudah Bun... Berangkat dulu ya
Bun... Assalamu’alaikum.” salamku, ku langkahkan kaki menyusuri halaman yang
kala itu dipenuhi bunga berwarna-warni yang tengah bersemi. Aku berangkat ke
sekolah dengan berjalan kaki, karena jarak yang kutempuh lumayan dekat.
~_~
“Jingga...!!!” lengkingan suara Lia
terdengar jelas beriringan dengan langkahnya yang tergesa-gesa melewati
kerumunan murid di koridor sekolah. “Ada apa Li? Kok sampai ngos-ngosan?”
tanyaku. “Tadi waktu aku baru datang, aku lewat di samping ruangan Kepala
Sekolah, aku ndak sengaja melihat ada murid baru di sana.” ujar Lia dengan raut
wajah sangat ceria sampai-sampai mengalahkan cerahnya mentari pagi ini.
“Kirain ada kebakaran atau hal heboh
lainnya, ternyata cuma murid baru, toh!” kataku santai. “ Tapi yang ini beda
Ngga, dia kece dan ganteng banget, dan wajahnya itu mirip sesorang tapi aku
lupa siapa.” kata Lia lagi dengan wajah penasaran namun tetap sumringah. “Terus
kalau dia mirip artis aku harus bilang
W-O-W, gitu.” kataku sambil tertawa meninggalkan Lia yang sesaat berdiri
mematung di koridor sekolah. “Yah Jingga, tungguin aku dong!” kata Lia setelah
tersadara dan lari menyusulku yang sudah sampai di pintu kelas.
Satu jam, dua jam pelajaran pun
berlalu, saatnya untuk istirahat. kebetulan hari ini aku Lia dan Lala kedua
sahabat baikku tengah berpuasa kami memutuskan untuk meminjam buku di
perpustakaan sekolah. Perpustakaan berada tepat di ujung utara area sekolah
tepatnya terletak setelah area kelas VIII, kelasnya adik kelas.
“Jingga itu dia murid baru yang tadi
aku katakan.” ujar Lia dengan ringan jemarinya mencubit lenganku. “Yang mana
Li?” tanyaku sembari membetulkan kacamata yang sedari tadi naik turun tak
menentu. “Itu Ngga yang pakek baju hijau toska, yang beda sendiri.” kata Lia
lagi dengan setengah menunjuk ke arah murid baru itu yang berda di
tengah-tengah kerumunan siswa kelas VIII yang sedang menikmati waktu istirahat
di depan kelasnya.
Akhirnya aku menemukan sosok murid
baru itu, yang sedang asyik bercengkrama dengan teman-temannya, tanpa sadar dia
memandang ke arahku, saat itu bertemulah pandang antara kita berdua seakan
dalam nostalgia, kedua pasang mata yang menambat, layaknya tali yang tak dapat
dilihat, tak dapat diraba, tetapi... mengikat. Mata itu tak asing dari
pandanganku.
“Hayyo... Jingga suka sama murid
baru itu ya?” suara Lala membuyarkan lamunanku. “Ah biasa aja...!” kataku.
“Jangan-jangan gara-gara dia mirip sama Stefan ya?” pertanyaan Lia sontak
membuatku kaget. Memang jika dipandang lekat-lekat ia mirip dengan Stefan,
orang yang dulu pernah membuatku jatuh hati. Arrghh... aku kok kepikiran sama
anak itu lagi. ‘I hate it...’ gumamku dalam hati.
“Terserah kalian mau bilang anak itu
mirip artis atau siapa, yang jelas jangan sebut nama Stefan di hadapanku karena
dia sudah enyah dari serambi hatiku, aku mau ke perpustakaan kalian berdua jadi
ikut atau ndak?” tanyaku, sambil melangkahkan kaki menuju arah perpustakaan
meninggalkan Lia dan Lala di belakang yang berjalan menyusulku.
~_~
Hari ini aku pulang sedikit lebih
sore dari teman-teman kelas IX lainnya karena masih ada bimbingan untuk
persiapan lomba Olimpiade bersama beberapa adik kelas.
“Ngga...” teriak seseorang di
belakangku yang mirip suara anak laki-laki. Aku membalikkan badan ke belakang
namun tak ada seseorang yang ku kenal, sepanjang koridor hanya ada beberapa
murid yang belum pulang karena ada ekstrakulikuler. Dari kejauhan nampak
murid baru itu berjalan bersama teman sekelasnya kalau tidak salah itu Alif
anak pencak silat yang terkenal di sekolah. Mereka berjalan menuju arahku,
semakin dekat dan semakin dekat lagi. Aku membalikkan badan dan kini mereka
berdua berjalan tepat di depanku. Sayup-sayup aku mendengar nama anak baru itu,
Angga. Ya, nama anak itu Angga Okta Febrian. “Jadi suara yang tadi aku dengar
bukan memanggilku, melainkan Ngga, Angga (Waduh aku over GR [Gede Rasa]
)” desahku dalam hati.
~_~
Angga Okta Febrian, nama itu terus
terngiang-ngiang di benakku, parasnya yang menawan berlarian di pelupuk mataku.
Apa ini yang dinamakan cinta pada pertama, ah... Apaan sih aku ini masak suka
sama adik kelas. Angga yang dulu takku hiraukan kini memenuhi sanubariku. Aku
tak tahu kapan rasa cinta ini hadir di hati kecilku yang ku tahu dia saat ini
begitu spesial di mataku. Namun aku tak sanggup mengatakan bahwa aku suka anak
itu, anak baru yang baru kemaren sore aku kenal. Cukuplah Allah dan hatiku yang
tahu gejolak cinta yang membara ini.
Bak aliran air yang deras, waktu pun
ikut bergulir dengan cepat, tak terasa hari ini adalah hari yang aku dan
teman-teman se-angkatanku tunggu, setelah berhasil melewati UN dan jalan-jalan
ke Yogyakarta, sekolah kami megadakan wisuda akbar untuk angkatan ke-tujuh,
yang bertempat di Aula sekolah yang ekstra luas.
Hari ini aku merasa terbang diantara
gumintang malam. Bagaimana tidak selain kehadiran Angga sebagai MC di acara
wisuda kali ini aku mendapatkan anugerah besar dari Allah SWT, Yang Maha Berkuasa.
Aku dinobatkan sebagai siswa teladan tahun ini selain itu di sekolahku yang
baru nantinya aku mendapatkan keringanan berupa terbebas dari biaya bulanan
sekolah atau yang dikenal dengan SPP selama satu tahun penuh ‘Alhamdulillah,
terimakasih Ya Rabb.’ puja dan syukurku dalam hati.
~_~
Di sekolah ku tercinta ini ku tutup
masa putih biruku dengan Husnul Khotimah, dan di akhir yang haru ini cinta baru
bersemi di hati kecilku menebas semua kegalauan, cinta itu hadir layaknya
sebuah mentari di kala siang dan
gumintang kala malam menjelang. Jika aku boleh jujur, aku Jingga Nur Aisyah
mencintaimu Angga Okta Febrian.
~_~
Semilir angin di senja kali berbeda
dengan sebelumnya kali ini aku telah benar-benar merasakan hakikat dan makna
cinta yang sesungguhnya. Namun dalam keadaan realita pada hakikatnya cinta
hanya dimiliki oleh Sang Maha Cinta, yakni Rabb yang tiada bandingnya di jagad
raya. Dialah Allah SWT pemilik cinta yang hakiki yang memercikkan sejumput
cintanya kepada seluruh makhluk ciptaannya agar kita mampu mencintai sesama
namun tak melebihi cinta kepada Rabb Yang Maha Mulia.
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar